...Menjadi Serpihan Dengan Beribu Keutamaan...

03 Oktober 2009

DO'A

Dilantunkan oleh K.H. Rahmat Abdullah pada Deklarasi Partai Keadilan
Lapangan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 09 Agustus 1998, yang diiringi oleh tetesan air mata hadirin.

Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.
Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.
Engkau pencipta dan pelindungnya

Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami
Rukunkan antar hati kami
Tunjuki kami jalan keselamatan
Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang
Jadikan kumpulan kami jama'ah orang muda yang menghormati orang tua
Dan jama'ah orang tua yang menyayangi orang muda
Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran terhadap sesama hamba beriman
Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan kedengkian

Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar
Wahai yang menyambung segala yang patah
Wahai yang menemani semua yang tersendiri
Wahai pengaman segala yang takut
Wahai penguat segala yang lemah
Mudah bagimu memudahkan segala yang susah
Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya

Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu
Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu
Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur
Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus
Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami
Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami
Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami
Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara
Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada kami

"ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala kasih"

Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu
Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu
Berlaku pasti atas kami hukum-Mu
Adil pasti atas kami keputusan-Mu

Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu
Dengan semua nama yang jadi milik-Mu
Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu
Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu
Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu
Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib
Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur'an yang agung
Sebagai musim bunga hati kami
Cahaya hati kami
Pelipur sedih dan duka kami
Pencerah mata kami

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang menenggelamkan dunia

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang marak menyala

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir'aun dan laut yang mengancam nyawa

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan oleh kafir durjana

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka

Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam, dan perut ikan

Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya
Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya
Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara

Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa
Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan dunia
Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-Mu murka
Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya

Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami

Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri

Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan

Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa

30 Agustus 2009

Aktivitas di Bulan Ramadhan

Amalan Yaumiyah Ramadhan
1. Berpuasa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, artinya: "Setiap amal baik manusia akan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat." Allah Ta'ala berfirman: "(Kecuali puasa), amal ibadah ini khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Karena ia telah meninggalkan syahwat makan dan minumnya karena Aku." Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika menemui Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi." (HR Al Bukhari dan Muslim)
2. Qiyamullail
Ia merupakan tradisi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat. Dalam sebuah riwayat, Nabi pernah bersabda: "Barang siapa shalat malam dibulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampunilah dosanya yang telah lalu." (HR.Al Bukhari dan Muslim). Aisyah Radhiallaahu 'anha pernah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat malam, dan jika sakit atau kelelahan beliau shalat dengan duduk. Qiyamullail (tarawih) di bulan Ramadhan ini sebaiknya dilakukan dengan berjamaah agar tercatat sebagai orang yang melakukan qiyamullail (secara sempurna), sebagaimana disebutkan dalam hadits, artinya: "Barang siapa yang mendirikan shalat malam bersama dengan imam sampai selesai maka dicatat baginya shalat satu malam." (HR penulis As-Sunan)
3. Bersedekah
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan, terutama sekali pada bulan Ramadhan. Beliau pernah bersabda: "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR At Tirmidzi). Bentuk sedekah dibulan suci ini ialah dengan memberi makan kepada saudara kita sesama muslim terutama sekali kepada para fakir miskin dan lebih khusus bagi mereka yang taat dalam beragama. Disebutkan bahwa Abdullah Ibnu Umar Radhiallaahuma 'anhu tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan fakir miskin. Cara lain bersedekah di bulan Ramadhan ialah dengan memberi buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa secara umum, mengundang mereka berbuka bersama dan lain sebagainya.
4. Bersungguh-sungguh dalam membaca Al Qur'an
Dalam hal ini ada dua poin pokok yaitu:
a. Memperbanyak bacaan Al-Qur'an
Supaya lebih cepat atau lebih banyak dalam menghatamkannya, namun tetap harus memperhatikan kaidah bacaan yang benar. Memperbanyak bacaan Al Qur'an ketika bulan Ramadhan merupa-kan amalan Rasulullah, shahabat dan para Imam kaum muslimin.
b. Menangis ketika membaca Al- Qur'an
Hal ini dapat tercapai dengan cara benar-benar meresapi, merenungkan dan memahami makna dari ayat-ayat yang kita baca sehingga akhirnya tenggelam dalam pengaruh keagungan Al-Qur'an yang menggetarkan hati. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengomentari para ahli shuffah (kaum Muhajirin yang tinggal di Masjid Nabawi) yang menangis karena mendengarkan Al-Qur'an surat An Najm 59-60, beliau bersabda, artinya: "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah." (HR Al Baihaqi).
5. Duduk di masjid hingga terbit matahari
Rasulullah bersabda, artinya: "Barangsiapa shalat fajar dengan ber-jama'ah lalu duduk berdzikir (mengingat) Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua raka'at baginya pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna." (HR. At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani). Pahala sebesar ini adalah pada hari-hari biasa, maka bagaimana halnya jika itu dilakukan dalam bulan Ramadhan?
6. I'tikaf (Berdiam di Masjid dalam rangka ibadah)
I'tikaf merupakan ibadah yang merangkum berbagai macam ketaatan seperti membaca Al Qur'an, shalat, dzikir, doa dan lain sebagainya. Ibadah ini sangat ditekankan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan untuk mendapat lailatul qadar. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam selalu melakukan i'tikaf pada setiap sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan pada tahun kewafatannya beliau beri'tikaf duapuluh hari. (Al Bukhari)

7. Umrah di bulan Ramadhan
Tentang umrah dibulan ini Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, artinya: "Umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji." dalam riwayat lain, "menyamai (pahala) haji bersamaku." (HR Al Bukhari dan Muslim).


8. Berusaha meraih lailatul Qadar
Keutamaan malam ini sungguh amatlah besar, sebagaimana difirman-kan oleh Allah dalam surat Al Qadr, artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS Al Qadr 1-3) Nabi juga berusaha untuk mendapatkan lailatul qadar dan memerintahkan para shahabat dan keluarga-nya agar berusaha meraih malam itu.
9. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
Di antara waktu-waktu yang mus-tajab untuk dikabulkannya doa adalah:
o Ketika berbuka.
o Sepertiga malam terakhir, ketika Allah turun ke langit dunia dan berfirman, artinya: "Siapa yang memohon akan Aku beri dan siapa yang minta ampun niscaya akan Aku ampuni."
o Beristighfar di waktu sahur.
o Hari Jum'at terutama di akhir siang-nya (menjelang Ashar).

09 Agustus 2009

ABDURRAHMAN BIN 'AUF SANG EKONOM ULUNG


ABDURRAHMAN BIN 'AUF RADHIALLAHU 'ANHU

Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.
Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.
Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu ......
Ummul Mu'minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah…..?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu'minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.
Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"
Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan... ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul.. ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi saw. Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.
Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya....". Kemudian ulasnyalagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla.....!" Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar ....
Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah, Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah ...! Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan dunianya oleh kawna keuntungan Agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a. yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidakterkira, dengan hati yang puas dan rela ... !
******
Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini ke dalam Islam? Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing.... Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw. memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min ...
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.. . . Abu, Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Makatak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah saw. menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam....
Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu'min yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi saw. memasukkannya dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar r.a. mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: "Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!"
******
Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy .... Dan sewaktu Nabi saw., memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Ibnu 'Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah . . . ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.
********
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya:
"Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak......!"
Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba .. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya ... •
Dan Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya ....Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan .....
Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah ....Telah menjadi kebiasaan Rasul pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah.
Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin .. , sampai-sampai soal rumahtangga. Apabila ia beristeri dua orang diceraikannya yang seorang untuk memperisteri saudaranya ......!
Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'.... Dan marilah kita dengarkan shahabat yang mulia Anas bin Malik r.a. meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:
" ... dan berkatalah Sa'ad kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya......!
Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Moga-moga Allah memberkati anda, isteri dan harts anda ! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....!
Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjual belilah di sana.......ia pun beroleh keuntungan ...!
Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat • • • Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.....!
Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri . • • tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam ......
Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah Rabbul'alamin!
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan ....! Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda....!"
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi AIlah pinjaman yang balk, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.
Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam ...dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:
"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".
******
Ibnu 'Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya .... Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak pula dengan menyimpannya ....Bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal ....Kemudian ia tidak menikmati sendirian .... tapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara•saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang:
"Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin 'Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka . . Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikannya kepada mereka".
Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela Agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu.
Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum .... Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi iapun menangis sambil mengeluh:
"Mushab bin Umeir telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya!
Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahdukan pahala kebaikan kami...!"
Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya: "Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad ... ?" Ujarnya: "Rasulullah saw. telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita ... ?"
Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .... ! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:
"Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan ibnu 'Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuhsembuh pada salah satu kaki nya......sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya .... Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki•laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin 'Auf ... ! Semoga Allah ridla kepadanya dan ia pun ridla kepada Allah ... !
******
Sudah menjadi kebiasaan pada tabi'at manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan ... artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan... !
Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin 'Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabi'at kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya ke puncak ketinggian yang unik ... !
Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah saw. sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru....
Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu 'Auf .... Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah. ..!"
Demikianlah, baru saja kelompok Enam formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khatthab maka kepada kawan-kawannya yang lima dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari enam orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja ....
Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin 'Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan:
"Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi ... !"
Oleh Ibnu 'Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.
*****
Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islam! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?
Dan pada tahun ketigapuluh dua Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya .... Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain,maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring diranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar....
Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut ... !
Pula dahulu ia telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madh'un, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat shahabatnya itu ... !
******
Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata:
"Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah ... !"
Tetapi sakinah dari Allah•segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa... Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu ....seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat ....
Ia sedang mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah saw.yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin 'Auf dalam surga!", lagi pula ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya:
"Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita ... !"(Q•S. 2 al-Baqarah: 262)




Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.
Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.
Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu ......
Ummul Mu'minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah…..?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu'minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.
Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"
Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan... ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul.. ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi saw. Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.
Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya....". Kemudian ulasnyalagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla.....!" Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar ....
Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah, Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah ...! Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan dunianya oleh kawna keuntungan Agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a. yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidakterkira, dengan hati yang puas dan rela ... !
******
Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini ke dalam Islam? Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing.... Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw. memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min ...
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.. . . Abu, Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Makatak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah saw. menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam....
Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu'min yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi saw. memasukkannya dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar r.a. mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: "Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!"
******
Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy .... Dan sewaktu Nabi saw., memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Ibnu 'Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah . . . ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.
********
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya:
"Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak......!"
Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba .. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya ... •
Dan Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya ....Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan .....
Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah ....Telah menjadi kebiasaan Rasul pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah.
Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin .. , sampai-sampai soal rumahtangga. Apabila ia beristeri dua orang diceraikannya yang seorang untuk memperisteri saudaranya ......!
Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'.... Dan marilah kita dengarkan shahabat yang mulia Anas bin Malik r.a. meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:
" ... dan berkatalah Sa'ad kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya......!
Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Moga-moga Allah memberkati anda, isteri dan harts anda ! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....!
Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjual belilah di sana.......ia pun beroleh keuntungan ...!
Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat • • • Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.....!
Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri . • • tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam ......
Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah Rabbul'alamin!
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan ....! Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda....!"
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi AIlah pinjaman yang balk, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.
Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam ...dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:
"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".
******
Ibnu 'Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya .... Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak pula dengan menyimpannya ....Bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal ....Kemudian ia tidak menikmati sendirian .... tapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara•saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang:
"Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin 'Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka . . Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikannya kepada mereka".
Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela Agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu.
Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum .... Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi iapun menangis sambil mengeluh:
"Mushab bin Umeir telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya!
Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahdukan pahala kebaikan kami...!"
Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya: "Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad ... ?" Ujarnya: "Rasulullah saw. telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita ... ?"
Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .... ! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:
"Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan ibnu 'Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuhsembuh pada salah satu kaki nya......sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya .... Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki•laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin 'Auf ... ! Semoga Allah ridla kepadanya dan ia pun ridla kepada Allah ... !
******
Sudah menjadi kebiasaan pada tabi'at manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan ... artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan... !
Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin 'Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabi'at kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya ke puncak ketinggian yang unik ... !
Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah saw. sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru....
Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu 'Auf .... Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah. ..!"
Demikianlah, baru saja kelompok Enam formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khatthab maka kepada kawan-kawannya yang lima dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari enam orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja ....
Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin 'Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan:
"Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi ... !"
Oleh Ibnu 'Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.
*****
Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islam! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?
Dan pada tahun ketigapuluh dua Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya .... Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain,maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring diranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar....
Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut ... !
Pula dahulu ia telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madh'un, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat shahabatnya itu ... !
******
Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata:
"Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah ... !"
Tetapi sakinah dari Allah•segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa... Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu ....seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat ....
Ia sedang mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah saw.yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin 'Auf dalam surga!", lagi pula ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya:
"Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita ... !"(Q•S. 2 al-Baqarah: 262)



Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.
Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.
Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu ......
Ummul Mu'minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah…..?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu'minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.
Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"
Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan... ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul.. ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi saw. Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.
Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya....". Kemudian ulasnyalagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla.....!" Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar ....
Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah, Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah ...! Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan dunianya oleh kawna keuntungan Agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a. yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidakterkira, dengan hati yang puas dan rela ... !
******
Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini ke dalam Islam? Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing.... Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw. memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min ...
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.. . . Abu, Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Makatak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah saw. menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam....
Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu'min yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi saw. memasukkannya dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar r.a. mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: "Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!"
******
Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy .... Dan sewaktu Nabi saw., memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Ibnu 'Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah . . . ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.
********
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya:
"Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak......!"
Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba .. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya ... •
Dan Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya ....Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan .....
Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah ....Telah menjadi kebiasaan Rasul pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah.
Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin .. , sampai-sampai soal rumahtangga. Apabila ia beristeri dua orang diceraikannya yang seorang untuk memperisteri saudaranya ......!
Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'.... Dan marilah kita dengarkan shahabat yang mulia Anas bin Malik r.a. meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:
" ... dan berkatalah Sa'ad kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya......!
Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Moga-moga Allah memberkati anda, isteri dan harts anda ! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....!
Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjual belilah di sana.......ia pun beroleh keuntungan ...!
Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat • • • Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.....!
Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri . • • tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam ......
Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah Rabbul'alamin!
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan ....! Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda....!"
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi AIlah pinjaman yang balk, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.
Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam ...dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:
"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".
******
Ibnu 'Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya .... Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak pula dengan menyimpannya ....Bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal ....Kemudian ia tidak menikmati sendirian .... tapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara•saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang:
"Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin 'Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka . . Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikannya kepada mereka".
Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela Agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu.
Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum .... Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi iapun menangis sambil mengeluh:
"Mushab bin Umeir telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya!
Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahdukan pahala kebaikan kami...!"
Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya: "Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad ... ?" Ujarnya: "Rasulullah saw. telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita ... ?"
Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .... ! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:
"Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan ibnu 'Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuhsembuh pada salah satu kaki nya......sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya .... Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki•laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin 'Auf ... ! Semoga Allah ridla kepadanya dan ia pun ridla kepada Allah ... !
******
Sudah menjadi kebiasaan pada tabi'at manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan ... artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan... !
Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin 'Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabi'at kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya ke puncak ketinggian yang unik ... !
Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah saw. sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru....
Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu 'Auf .... Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah. ..!"
Demikianlah, baru saja kelompok Enam formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khatthab maka kepada kawan-kawannya yang lima dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari enam orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja ....
Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin 'Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan:
"Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi ... !"
Oleh Ibnu 'Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.
*****
Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islam! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?
Dan pada tahun ketigapuluh dua Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya .... Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain,maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring diranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar....
Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut ... !
Pula dahulu ia telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madh'un, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat shahabatnya itu ... !
******
Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata:
"Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah ... !"
Tetapi sakinah dari Allah•segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa... Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu ....seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat ....
Ia sedang mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah saw.yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin 'Auf dalam surga!", lagi pula ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya:
"Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita ... !"(Q•S. 2 al-Baqarah: 262)

02 Agustus 2009

BEKAL RAMADHAN


FIQH SHAUM DAN RAMADHAN SEBAGAI BULAN TARBIYAH
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. 2 : 183)

A. KEUTAMAAN RAMADHAN DARI KHUTBAH RASULULLAH SAW SAAT MENJELANG BULAN RAMADHAN

“ Wahai manusia, telah tiba kepada kalian bulan Ramadhan dengan membawa keberkahan, kasih sayang Allah dan ampunan-Nya. Bulannya yang paling utama, hari-harinya yang paling utama, malam-malamnya yang paling utama, jam demi jamnya yang paling utama. Di bulan itu kalian diundang menjadi tamu Allah dan berhak dimuliakan-Nya. Nafas kalian dihitung sebagai tasbih, tidur kalian ibadah, amal kalian diterima, do’a kalian dikabulkan. Karena itu, mohonlah kepada Allah dengan niat yang tulus dan hati yang bersih agar Allah menuntun kalian untuk menjalankan shaum dan membaca kitab-Nya.

“ Orang yang celaka ialah yang tidak mendapat ampunan Allah pada bulan itu. Kenanglah, ketika kalian lapar dan dahaga, kelaparan dan kehausan pada hari kiamat nanti. Bersedekahlah kepada fakir miskin di tengah-tengah kalian. Hormati orang tua, sayangi anak muda. Sambungkan persaudaraan. Tahan pandangan dari apa yang tidak halal dilihat. Jaga telinga dari yang tidak halal didengar. Sayangi anak-anak yatim orang lain, agar Allah menyayangi anak-anak yatim kalian. Bertobatlah pada Allah dari dosa-dosa kalian. Angkat tangan ke arah langit, sampaikanlah do’a pada waktu-waktu shalat, karena itulah saat ijabah. Di situ Allah memperhatikan hamba-Nya dengan penuh kasih. Allah menjawab ketika mereka menyeru-Nya. Allah menyambut mereka saat memanggil-Nya. Allah memperkenankan mereka ketika berdo’a kepada-Nya.

“ Wahai manusia, barangsiapa :
- menjaga keindahan akhlaknya pada bulan ini, ia akan melewati shirath (jembatan) dengan cepat, saat kaki-kaki manusia tergelincir,
- meringankan pekerjaan orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya,
- menahan diri dari berbuat jelek, Allah akan menahan murka-Nya pada hari saat ia bertemu dengan Dia,
- menyambungkan persaudaraan dengan sesama pada bulan itu, Allah akan menjalin kasih-Nya dengannya pada hari ketika ia berjumpa dengan Dia,
- shalat sunat pada bulan itu, Allah akan membebaskannya dari neraka sedangkan pahala shalat wajib yang dilakukannya sama seperti melakukan 70 kali shalat wajib pada bulan lain,
- memperbanyak shalawat kepadaku pada bulan itu, Allah akan memperberat timbangannya pada hari kiamat, ketika ringan timbangan-timbangan yang lain,
- membaca satu ayat Al-Qur’an pada bulan itu, pahalanya seperti orang yang khatam Al-Qur’an pada bulan yang lain.

“ Ketahuilah, pada bulan itu pintu surga dibukakan. Mohonlah ampun agar Allah tidak menutupnya bagimu selamanya. Pintu neraka ditutup. Mohonlah agar pintu itu tidak pernah dibukakan pada kalian selamanya. Setan-setan terbelenggu. Mohonlah agar Allah tidak melepaskannya untuk menguasai kalian.”


B. ADAB SHAUM

Nabi SAW membimbing para shahabat melakukan shaum yang sebenarnya. Berulangkali ditegaskan bahwa shaum tidak sekedar menahan lapar dahaga. Dari bimbingan Nabi SAW, Imam al-Ghazali menyebutkan 6 hal sebagai syarat batiniah shaum. Tanpa syarat ini shaum sama sekali tak berguna

1. Menahan pandangan dari segala yang tercela dan dari semua yang dapat melalaikan kita dari dzikir pada Allah.
Nabi SAW bersabda : “ Pandangan mata ialah anak panah beracun yang dilepaskan iblis. Barangsiapa menundukkan pandangan karena takut pada Allah, Allah akan memberikan iman kepadanya yang ia temukan manisnya iman itu dalam hatinya.” (HR. at-Thabrani)
Beliau juga berkata : “ Ada 6 hal yang membatalkan shaum : berdusta, menggunjing, memfitnah, sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu.”

2. Menjaga lisan dari kejahatan omongan, seperti menggunjing, berdusta, kata-kata kotor, apalagi memfitnah dan mengadu domba kaum Muslimin. Kendalikan lisan dengan diam, dan lebih utama bila lisan disibukkan dengan dzikrullah dan tilawah Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda : “ Sesungguhnya puasa adalah perisai. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa maka jangan berkata kotor dan jangan bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang menyerang atau mencaci, katakanlah “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa.”

3. Menahan pendengaran dari semua yang tercela dan dibenci Allah. Nabi SAW mengatakan : “ Yang melakukan ghibah (pergunjingan) dan yang mendengarnya adalah sekutu dalam kejelekan.” (HR. at-Thabrani)

4. Menahan semua anggota badan dari berbuat dosa dan maksiat, serta menahan perut dari memakan bukan saja yang haram tapi yang syubhat (samar). Nabi SAW bersabda : “ Betapa banyaknya orang yang shaum yang tidak mendapatkan apa-apa dari shaumnya, kecuali lapar dan dahaga.” (Musnad Ahmad 2 ; 441)

5. Tidak memperbanyak makan pada waktu berbuka. Bukankah shaum itu melemahkan nafsu. Bila nafsu dilemahkan pada siang hari dan diperkuat lagi pada malam hari, shaum menjadi perbuatan yang sia-sia. Al-Ghazali menyebut nafsu sebagai kendaraan setan. Dengan makan yang banyak, sangat sulit untuk dapat melakukan ibadah dengan khusyu.
Salah satu adab shaum yang sering dilupakan adalah mengurangi tidur siang. Dengan tetap aktif di siang hari, kita bisa merasakan lapar, dahaga, dan lemahnya kekuatan. Sehingga hati menjadi jernih, lembut dan timbul empati terhadap penderitaan orang lain.

6. Pada waktu berbuka, hati hendaknya selalu diletakkan antara cemas dan harap. Ia harus mencemaskan ibadah dan amal shalehnya. Jika tidak diterima, ia akan termasuk orang yang dimurkai Allah. Tetapi ia juga harus memelihara harapan. Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri lewat sekelompok orang yang sedang tertawa-tawa pada Hari Raya. Ia berkata : “ Sesungguhnya Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan yang hasilnya tersembunyi bagi makhluk-Nya. Mereka berlomba menaatinya. Sebagian berhasil maju dan beruntung. Sebagian lagi tertinggal dan kecewa. Alangkah ajaibnya orang bermain dan tertawa pada hari ketika beruntung orang yang maju dan celaka orang yang gagal. Demi Allah, sekiranya tirai disingkapkan, orang baik akan sibuk dengan kebaikannya dan orang jelek akan sibuk dengan kejelekannya.


C. RAMADHAN BERSAMA RASULULLAH
1. Memperbanyak do’a ketika berbuka
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, “ Rasulullah SAW bersabda : “ Bagi orang yang berpuasa ada do’a yang tidak akan ditolak ketika berbuka.” (HR. Ibnu Majah)

2. Pahala menyediakan Makanan Berbuka
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, “ Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka, maka ia mendapat pahala yang sama dengan orang yang berpuasa, sedangkan pahala orang yang berpuasa itu sendiri tidak berkurang sedikitpun.” (HR. Turmudzi. Ia berkata : Hadits ini hasan dan shohih)

3. Hidupkan malam Ramadhan dengan sholat
Dari Abu Hurairah ra, “Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa melakukan sholat pada malam-malam Ramadhan dengan iman dan mengharapkan keridhoan-Nya, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhori dan Muslim)

4. Memperbanyak sedekah dan tadarus Al-Qur’an
Dari Ibnu Abbas ra, “Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan lebih besar kedermawanannya pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril biasanya menemuinya setiap malam Ramadhan, lalu tadarus Al-Qur’an (dengan beliau). Sungguh Rasulullah SAW ketika ditemui Jibril menjadi orang yang lebih bermurah hati dalam memberi kebaikan sehingga lebih banyak memberi dari tiupan angin.” (HR. Bukhori dan Muslim)
5. Memperbanyak istighfar pada malam terakhir Ramadhan
Rasulullah SAW bersabda, “Pada bulan Ramadhan umatku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan pada seorang Nabi pun sebelumku. Pertama, bila datang setiap awal Ramadhan, Allah azza wa jalla melihat mereka. Barangsiapa dilihat Allah, maka selamanya tidak akan disentuh adzab. Kedua, bau mulut mereka pada sore hari disisi Allah lebih harum dari aroma minyak kesturi. Ketiga, para malaikat memohonkan ampunan bagi setiap siang dan malam. Keempat, Allah azza wa jalla menyuruh surga-Nya dengan firman-Nya : “Bersiap-siaplah dan hiasilah dirimu untuk hamba-hamba-Ku. Kamu sekalian telah dekat saat beristirahat dari kelelahan hidup di dunia dan kembali ke tempat-Ku dan rahmat-Ku. Kelima, bila telah tiba akhir Ramadhan, Allah mengampuni dosa-dosa mereka semua.” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Al-Bazzar)

D. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHAUM
1. Sengaja makan dan minum
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang lupa sedang berpuasa, lalu makan dan minum, maka hendaknya dia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah yang menberi dia makan dan minum.” (HR. Bukhari 3/40, Muslim 2/809)
2. Sengaja Muntah
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang muntah, maka tidak harus mengqadha. Adapun yang sengaja muntah, maka dia harus mengqadha.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
3. Haidh dan Nifas
4. Onani/masturbasi
5. Berhubungan seksual

E. HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN DALAM BERPUASA
1. Bersiwak/menggosok gigi
Rasulullah SAW bersabda, “ Kalau bukan karena aku khawatir memberatkan umatku, aku akan memerintahkan mereka bersiwak, setiap hendak shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Orang yang berpuasa tidak mandi junub hingga pagi
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Nabi SAW dalam keadaan junub setelah berkumpul dengan istrinya. Setelah fajar terbit, beliau mandi dan berpuasa. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung
4. Mencicipi makanan untuk keperluan yang mendesak
5. Bercelak dan memakai tetes mata
6. Cuci darah dan menyuntik
7. Tidak sengaja makan dan minum
8. Tidak sengaja muntah

F. RAMADHAN SEBAGAI BULAN TARBIYAH

Diantara ciri khas bulan Ramadhan adalah tumbuh suburnya suasana ke-Islaman di semua tempat. Umat Islam mempunyai kesempatan lebih banyak untuk beribadah. Puasa merupakan sarana yang sangat efektif untuk menahan segala kecenderungan negatif dan memotivasi untuk melakukan semua bentuk kebaikan. Sehingga peluang tarbiyah di bulan Ramadhan lebih terbuka dan lebih luas.
Ada beberapa rambu yang perlu diperhatikan agar kita tidak menjadi orang yang menyia-nyiakan amal ibadah puasa ini.

1. Anggaplah Ramadhan kali ini adalah kesempatan Ramadhan terakhir.
Kehilangan momentum Ramadhan kali ini, berarti kita kehilangan momentum yang sangat berharga untuk kelanjutan kehidupan setelahnya.

2. Isilah Ramadhan dengan agenda yang jelas.
Tujuannya agar kita lebih mudah melakukan evaluasi terhadap kuantitas ibadah yang dilakukan. Seperti ungkapan Umar bin Khattab “ Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab pada hari kiamat.”

3. Jauhi sikap menunda-nunda amal ibadah.
Imam Hasan al Bashri mengatakan : “Nilai dirimu tergantung pada hari ini, bukan besok”
“ Jika engkau telah mengoptimalkan amal shalih pada hari ini, engkau takkan menyesal meskipun engkau besok mengalami kerugian.” (Az-Zuhd: 4)

4. Tanamkan sikap untuk tidak mudah tunduk pada perasaan lelah dari mengerjakan amaliyah Ramadhan.
Inti dari langkah ini adalah mujahadah atau melawan keinginan untuk tidak melakukan amal ketaatan dengan berbagai alasan. Sikap menghentikan keinginan nafsu, awalnya memang sulit, tapi hal itu bisa kita lakukan kalau kita bersungguh-sungguh.

5. Melakukan muhasabah dan evaluasi harian sebelum tidur terhadap amal yang telah dilakukan.

6. Menghindari pekerjaan yang terlalu berat di siang hari.
Terlalu lelah, bisa mengakibatkan tubuh malas dan bisikan setan pun semakin punya alasan untuk melemahkan fisik kita.
Rasulullah SAW bersabda,” Puasa adalah amanah maka hendaklah salah seorang diantara kamu menjaga amanahnya.” (Hadits Hasan)

7. Sedapat mungkin putuskan atau kurangi melakukan aktivitas yang bernuansa hiburan, yang tidak memiliki kaitan dengan ibadah di bulan Ramadhan.

8. Sering-sering dan perbanyak bertemu dengan komunitas dan lingkungan yang mengajak kita untuk mengingat Allah.
Para sahabat pernah berkata “ta’ala nu’minu sa’ah” (Mari kita sejenak meningkatkan keimanan)

9. Hindari terlalu kenyang ketika berbuka puasa.

10. Tunaikan ibadah sunnah I’tikaf di masjid dalam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan untuk menggapai malam Lailatul Qadar.
Sesungguhnya sepuluh hari terakhir adalah detik-detik perpisahan kita dengan Ramadhan yang sangat mulia dan dirindukan. Karenanya, saat itulah kita harus lebih memanfaatkan waktu sebaik mungkin.


“Allahumma bariklana fi Rajab wa Sya’ban, wa ballighna Ramadhan” Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah usia kami pada bulan Ramadhan.

G. MENCARI LAILATUL QADAR
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berdiri (shalat) pada Lailatul Qadar atas dasar iman dan mencari ridha Allah maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, pada malam ganjil.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu ‘Abbas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Carilah pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan. Lailatul Qadar pada malam kedua puluh sembilan, kedua puluh tujuh, dan kedua puluh lima.” (HR. Bukhari)
Pada malam Lailatul Qadar dianjurkan untuk memperbanyak do’a terutama do’a yang diajarkan Rasulullah SAW yang berbunyi “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku)” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Tanda-tanda Lailatul Qadar diantaranya :
1. Matahari di pagi harinya tidak terlalu terang seperti biasanya
2. Malam itu cerah dan udara terasa sedang, tidak panas dan tidak pula dingin.
“Lailatul Qadar adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak pula dingin. Pada pagi harinya matahari tampak kemerahan redup.” (HR. ibnu Khuzaimah dan Ath-Thayalisi)
3. Tidak ada bintang jatuh (meteor)
Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul Qadar adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, dan tidak ada bintang yang jatuh (meteor).” (HR. Ath-Thabrani)

Rasulullah SAW pernah berdo’a : “Ya Allah, ampunilah bagiku kesalahan dan kebodohanku, kelebihan-kelebihanku dalam urusanku dan apa-apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Ya Allah, ampunilah bagiku kesungguhan dan candaku, kekeliruanku dan kesengajaanku, dan semua itu ada padaku. Ya Allah, ampunilah bagiku apa yang kudahulukan dan apa yang ditangguhkan, apa yang kusembunyikan dan apa yang kutampakkan, dan apa-apa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Engkau Ilahku, yang tiada Ilah selain Engkau.” (diriwayatkan oleh Bukhari Muslim)


Maroji’ :
1. Berpuasa seperti Rasulullah, Saliem al-Hilali & Ali Hasan Ali Abdulhamied, Gema Insani Press.
2. Tarhib dan Panduan Ramadhan, DR. Salim Segaf Al-Jufri, MA, Daarut Tarbiyah.
3. Renungan Ramadhan, “Membina Generasi Tangguh”, Majalah Sabili, 2000.
4. Majalah Tarbawi, Edisi 15 Th/2 31 Desember 2000 M.
5. Majalah Tarbawi, “Menjadi Alumni Teladan Bulan Ramadhan”, Edisi 27 Th.3/ 31 Desember 2001
6. Majalah Saksi, “Bonus itu Bernama Lailatul Qadar”, No. 6 Tahun IV 25 Desember 2001

26 Juli 2009

Muhasabah


“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada ALLAH, niscaya ia mendapati ALLAH Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(Surah An-Nisaa’ : 110)

Bila waktu telah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati tinggallah sepi

Ada yang terus mengintaiku, mengikuti gerak langkahku setiap saat, menungguku untuk sebuah pertemuan yang dinanti. Dia selalu mengawasiku setiap waktu. Jika aku berada di depan, maka dia pasti ada di belakangku. Jika aku berada di samping kanan, maka dia berada di samping kiriku. Jika aku di atas , dia pasti ada di bawah. Siapakah gerangan ?

Dialah “Kematian”, “kematian” banyak hal yang melintasi pikiranku saat aku menyebutnya. Semua pasti akan mati, semua pasti akan mengalami sekarat, dan semua yang hidup pasti akan bertemu dengannya tak dapat kusanggah. Saat menjelang kematian dalam kehidupan manusia terdahulu adalah saat yang pasti aku lalui juga.

Demi Alloh, dia pasti akan datang kepadaku. Demi Alloh dia pasti akan menegukku. Sama seperti raja-raja di istana megah itu, seperti pemimpin – pemimpin bangsa di masa lalu. Seperti orang-orang kaya yang setiap harinya kelihatan “bahagia” (jika mereka mati, masihkah “bahagia”?), atau mereka yang fakir yang setiap harinya bergumul dalam penderitaan, atau orang-orang miskin yang terus meratapi segala kekurangannya, atau para hamba sahaya yang tiada sekejappun orang memandangnya. Mereka semua telah merasakan kematian. Mereka semua telah bertemu dengan kematian.

Bila mati, bila manusia mati,maka sudah tak ada lagi yang bisa dibangga-banggakan. Seorang yang cerdik sekalipun, kecerdikannya tak akan bisa melarikan dirinya dari peristiwa kematian. Bila mati, maka semua strategi para ilmuan dan tokoh jenius itu pasti akan patah. Bila mati, semua kekuatan orang-orang yang berkuasa itu akan binasa. Bila mati, bangunan yang tinggi menjulang, istana-istana megah dunia, atau gedung pencakar langit yang kokoh akan runtuh seketika. Kematian juga yang telah meruntuhkan bangunan orang-orang kaya itu.

Suatu kali aku bertanya pada diriku sendiri, bila mati, bagaimana bila aku mati ? Ah … selama ini aku memang tidak tahu kapan dia akan datang bertamu, karena dia tidak pernah membuat janji sebelumnya denganku. Namun, bagaimana kalau dia tanpa diduga tiba-riba datang kepadaku ? Menegukku, membuatku sekarat ? Bagaimana ?

Bila mati, bila aku mati, itu berarti aku harus rela ditinggal sendiri. Ibu, bapak, saudara –saudaraku, mereka semua pergi. Sahabat-sahabat dekat yang selama ini menjadi tempat curahan hati, tetangga-tetangga yang suka mengantarkan makanannya kepadaku, mereka hanya berlalu dan pergi meninggalkanku. Apalagi hasil jerih payahku mengais rezeki hari demi hari sekepingpun tak dapat menolongku lagi. Apa yang terjadi ? Saat itu aku pasti akan sendirian, dalam gelap gulita diselimuti sepi, mencekam, mati.

Bila mati, yang ada dalam gambaranku adalah suatu peristiwa yang amat penting bagi yang hidup. Aku tidak tahu bagaimana rasanya bila nanti seolah olah ada sebuah gunung yang kokoh lagi menjulang tinggi berada di atas dadaku, menahanku, menghilangkan kesempatanku untuk menghirup udara dunia, mungkin jika bisa, itupun seakan-akan aku bernafas di sebuah lubang jarum. Bernafas di sebuah lubang jarum ? Pergulatan macam apa itu ? Atau seumpama aku sedang dipukuli dengan sebuah dahan pohon yang penuh duri lagi tajam, kemudian duri-duri itu menancap di semua urat-uratku. Lantas, lantas dahan tersebut ditarik, sehingga setiap urat dalam tubuhku juga ikut tertarik, menyisakan kepedihan dan sakit yang luar biasa. Demi Alloh, apakah nanti lebih perih dari yang sekedar aku bayangkan ?

Bila mati, bila aku mati, maka akan ada sesuatu yang menampakkan wajahnya padaku. Dialah Izroil, Sang Malaikat Maut yang akan turun dari penjuru langit untuk menjemputku. Namun, apakah nanti dia akan menampakkan rupanya dengan wajah penuh keramahan dan kehangatan ataukah sebaliknya ? Bisa jadi nanti dia datang dengan wajah garang tanpa belas kasihan. Bagaimana nanti ? Ketika dadaku menyempit, nafasku tersengal-sengal, sampai ke tenggorokan, tubuhku kaku sulit digerakkan. Saat itulah dia menunaikan tugasnya, memisahkan ruh dan jasadku. Menuntaskan episode akhir dari sebuah perjalanan hidupku di dunia ini. Itu pasti akan terjadi, nanti, bila aku mati.

Kemudian, bila mati, bila aku mati, orang-orang akan membaringkanku, memandikanku, menyolatiku, mengafani tubuhku yang kaku, menggotongku dan menimbunkanku di dalam sebuah ruang sempit, gelap, senyap dan sunyi. Detik-detik saat aku dibaringkan dalam liang kubur itulah yang akan menjadi awal babak baruku menuju fase berikutnya setelah kematian, yakni mengarungi alam kubur. Tak ada pagi, siang ataupun malam hari, karena semuanya sama jika sudah masuk ke dalam, terpendam berkalang tanah. Oh .. adakah tempat yang lebih jauh dari tempat itu ? Adakah ? Adakah tempat yang lebih sunyi ? Adakah ? Gelapkah, pasti tidak ada kegelapan yang lebih gelap dari tempat itu. Semua kelezatan yang pernah aku rasakan ketika aku hidup, mungkinkah akan berganti menjadi rasa pahit yang luar biasa ?

Siapa yang akan peduli jika aku tercekam ketakutan ? Siapa ? Gelap… gelap… Adakah cahaya… adakah ? Siapa yang akan memberikan aku cahaya untuk menerangi kegelapanku di sana ? Siapa? Tiadakah aku punya sesuatu yang berarti? Apakah amalku, amalku yang sedikit tersisa nanti akan mampu menolongku, menemani dalam kesendirianku di sana ?

Bila mati, bila aku mati, oh… aku ini memang bukan seorang ‘alim yang pasti airmatanya meleleh jika membayangkan malam pertama di dalam kubur, bukan pula seorang ahli hikmah yang mengeluhkan pedihnya dijerat kematian, atau seorang penyair yang menerjemahkan tangisannya dalam bait-bait kematian penggugah keharuan. Aku hanya manusia biasa, terlalu biasa untuk mengingat kematian. Aku masih tenggelam dalam carut marut dunia yang aslinya fana ini. Terlalu sedikit waktuku untuk mengingatnya, apakah memang waktunya yang sedikit ataukah dunia ini yang membuatku sedikit untuk mengingatnya ?

Mati, bila mati, bila aku mati, saat ini aku memang belum mati. Tapi seharusnya aku tidak boleh takut mati. Karena, setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Semestinya aku harus mengingatnya setiap hari, berbenah diri, memelihara waktuku, usia kehidupanku sekarang dan melakukan persiapan yang baik untuk kedatangannya. Ah… dia memang tidak pernah membuat janji padaku sebelumnya. Namun, mungkin saja dia akan datang pada saat-saat dimana aku tidak menduga sama sekali.

Dia masih memperhatikanku…
Terus mengintaiku……
Mengawasi gerak-gerikku ……
Menungguku……
Untuk sebuah waktu yang telah ditentukan………

“Ya Alloh, Yang Maha Mematikan, perbaikilah agamaku yang merupakan penjaga urusanku, perbaikilah duniaku yang merupakan tempat hidupku, perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Dan jadikanlah kehidupanku sebagai penambah kebaikan bagiku serta jadikan “KEMATIANKU” sebagai istirahatku dari segala keburukan.

“Allohumma a’inni ‘ala sakarootil mauuut…..
Allohumma hawwin ‘alayya sakarootil mauuut…..
Laa ilaha illalloh inna lilmauti la sakarooti…..”

“Ya Alloh bantulah aku dalam menghadapi sakaratul maut
Ya Alloh, mudahkanlah sakaratul maut padaku.
Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Alloh
Sesungguhnya kematian itu memiliki saat – saat sekarat”

Mungkin esok hari, tahun hadapan atau sekejap sahaja lagi...


MU’AHADAH:
Menguatkan perjanjian dengan ALLAH SWT.

MURAQABAH:
Merasakan ALLAH SWT sentiasa melihat walau dalam keadaan bagaimanapun.

MUHASABAH:
Menghitung diri.

MUAQABAH:
Mengambil tindakan ke atas diri kerana kecuaiannya.

MUJAHADAH:
Melawan kehendak diri dan nafsu.

“Barangsiapa belajar tetapi ilmunya tidak dapat meningkatkan imannya, maka sia-sialah hidupnya kerana ilmu itu kepunyaan ALLAH SWT.”

“Wahai manusia,usahlah mencanang kesusahan yang telah ALLAH SWT berikan padamu kerana tindakanmu itu hanya menunjukkan betapa engkau tidak redho dengan ujian tersebut.
Jika kamu beriman………”

24 Juli 2009

Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya’ban

Silih bergantinya hari dan bulan adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi setiap muslim. Betapa tidak, Allah telah melimpahkan berbagai rahmat dan kemurahan-Nya kepada umat Islam, berupa kebaikan dan amalan sholih yang disyari’atkan pada hari-hari atau bulan-bulan itu. Dalam sepekan misalnya, ada hari Jum’at yang padanya terdapat sejumlah keutamaan, ada Senin dan Kamis yang merupakan waktu puasa sunnah yang telah dimaklumi keutamaannya. Demikian pula di berbagai bulan ada sejumlah keutamaan padanya, seperti bulan Ramadhan, bulan Dzul Hijjah dan lain-lainnya. Maka sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk mengenal dan mengetahui apa yang dituntunkan agamanya di saat menyongsong bulan-bulan tersebut agar kehidupannya -insyâ’ Allah- menjadi suatu yang sangat berarti dan penuh kebahagiaan di dunia yang fana ini dan sangat bermakna untuk akhiratnya kelak. Namun jangan lupa, bahwa di masa ini sangat banyak terjadi bentuk ritual ibadah yang sama sekali tidak memiliki dasar tuntunannya dalam syari’at kita, karena itu haruslah dibedakan antara hal yang dituntunkan dengan hal yang tidak ada tuntunannya bahkan merupakan perkara baru dalam agama alias bid’ah. Seluruh hal ini harus diperhatikan agar “maksud memetik nikmat” tidak berubah menjadi “menuai petaka”1.

Berkenaan dengan datangnya bulan Sya’ban 1427H, maka berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca yang budiman, beberapa hadits yang berkaitan dengan bulan Sya’ban. Diuraikannya hadits-hadits shohih yang berkaitan dengan bulan Sya’ban ini adalah dalam rangka mengingatkan bahwa hadits-hadits tersebut sepatutnya diamalkan, adapun dijelaskannya hadits-hadits yang lemah adalah dalam rangka menyampaikan nasehat untuk kaum muslimin agar menghindarinya. Semoga Allah mencurahkan taufiq dan ‘inâyah-Nya kepada kita semua.

Beberapa Hadits Shohih Seputar Sya’ban

Hadits Pertama

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يَصُوْمُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامً مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan/pernah berpuasa, maka saya tidak pernah melihat Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan selain bulan Ramadhan dan tidaklah saya melihat paling banyaknya beliau berpuasa di bulan Sya’ban.”

Takhrijul Hadits

Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry no. 1969, Muslim no. 1156, Abu Dâud no. 2434, An-Nasâ’i 4/151 dan Ibnu Majah no. 1710 dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ.

Fiqih Hadits

Hadits di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, sebab hal tersebut merupakan puasa wajib terhadap kaum muslimin. Adapun puasa sunnah maka kebanyakan puasa beliau adalah pada bulan Sya’ban.

Hadits Kedua

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْرَيْنِ مَتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

“Saya tidak pernah melihat Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada Sya’ban dan Ramadhan.”

Takhrijul Hadits

Hadits di atas, dikeluarkan oleh Abu Dâud no. 2336, At-Tirmidzy no. 735, An-Nasâ’i 4/151, 200, Ad-Dârimy 2/29 dan lain-lainnya dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anhâ. Dan sanadnya shohih.

Fiqih Hadits

Hadits di atas, lebih mempertegas bahwa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam paling banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Bukan artinya beliau puasa Sya’ban sebulan penuh sebagaimana yang kadang dipahami dari konteks hadits di atas, karena orang yang berpuasa di kebanyakan hari pada suatu bulan, oleh orang Arab, dikatakan dia telah berpuasa sebulan penuh. Maka tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits-hadits sebelumnya. Demikian keterangan Imam Ibnul Mubarak rahimahullâh dalam mengkompromikan antara dua hadits di atas.2

Adapun Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh, beliau berpendapat bahwa dua hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam pada sebagian tahun beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan pada sebagian lainnya beliau hanya berpuasa pada kebanyakan saja.3

Hadits Ketiga

Fari Usamah bin Zaid radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata kepada Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Maka beliau menjawab,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَب وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعُ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ

“Itu adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia adalah bulan yang padanya segala amalan akan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin. Maka saya senang amalanku diangkat sementara saya sedang berpuasa.”

Takhrijul Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad 5/201, Ibnu Abu Syaibah 2/347, An-Nasâ’i 4/201, Ath-Thahawy dalam Syarah Ma’âny Al-Atsâr 2/82, Al-Baihaqy dalam Syu’bul Imân 3/377 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/18. Dan sanadnya dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Irwâ’ul Ghalîl 4/103 dan Tamâmul Minnah hal. 412.

Fiqih Hadits

Berkata Ibnu Rajab rahimahullâh, “Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam telah menyebutkan bahwa tatkala (bulan Sya’ban) dihimpit oleh dua bulan yang agung; bulan Harom (Rajab) dan bulan Puasa (Ramadhan), maka manusia pun sibuk dengan keduanya sehingga (Sya’ban) terlalaikan. Dan banyak manusia yang menyangka bahwa puasa Rajab lebuh afdhal dari puasa (Sya’ban) karena ia adalah bulan haram, dan hakikatnya tidak demikian.”4

Dan dari hadits di atas, para ulama juga memetik dua hikmah kenapa Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban, yaitu karena banyak manusia yang lalai darinya dan beliau senang amalan beliau terangkat sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.

Dan sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmah dari puasa Sya’ban adalah sebagai latihan guna menghadapi puasa Ramadhan. Tatkala seseorang telah merasakan manis dan lezatnya berpuasa di bulan Sya’ban, maka ia akan masuk pada bulan Ramadhan dalam keadaan penuh semangat dan kesiapan serta telah terbiasa untuk berpuasa.5

Hadits Keempat

يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ مُشْرِكٌ أَوْ مَشَاحِنٌ

“Allah melihat kepada makhluk-Nya pada malam nishfu (pertengahan) Sya’ban lalu mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bertikai.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh sejumlah Imam Ahli Hadist dari hadits Abu Bakr Ash-Shiddîq, Mu’âdz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyany, ‘Aisyah, Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Abu Musa Al-‘Asy’ary, ‘Auf bin Mâlik, ‘Utsmân bil Abil ‘Ash dan Abu Umâmah Al-Bâhily radhiyallâhu ‘anhum, Dan hadits di atas dishohîhkan oleh Syaikh Al-Albany dari seluruh jalannya.6

Hadits di atas adalah satu-satunya hadits shohîh7 yang menunjukkan keutamaan malam nishfu Sya’ban. Dan hal ini berlaku bagi mereka yang mempunyai kebiasaan beribadah pada malam hari yang bertepatan dengan malam nishfu Sya’ban. Ini bukanlah berarti bahwa diizinkan untuk melakukan ibadah-ibadah khusus yang tidak pernah dilakukan pada hari-hari lainnya sebagaimana kebiasaan sebagian manusia yang menghidupkan malam nishfu Sya’ban secara khusus.

Tidak pernah dinukil dari Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dan para shahabatnya ada yang menghidupkan malam nishfu Sya’ban secara khusus dengan melaksanakan shalat lail dengan melebihkan malam-malam lainnya, apalagi melakukan ritual-ritual khusus yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam agama kita.8

Hadits-Hadits Lemah Seputar Sya’ban

Hadits Pertama

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Adalah Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bila beliau telah memasuki bulan Rajab beliau berdoa: ‘Ya Allah, berkahilah untuk kami bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ahmad 1/259, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 4/no. 3939 dan dalam Ad-Du’â’ no. 911, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/375 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 6/269 dari jalan Zâ’idah bin Abi Ar-Ruqâd dari Ziyâd An-Numairy dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Zâ’idah bin Abi Ar-Ruqâd menurut Imam Al-Bukhâry munkarul hadits, dan Ziyâd An-Numairy juga lemah sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Adz-Dzahaby dalam Mizânul I’tidâl. Dan hadits di atas dilemahkan pula oleh Syaikh Al-Albâny dalam Dho’îful Jami’.

Hadits Kedua

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَرُبَّمَا أَخَرَ ذَلِكَ حَتَّى يَجْتَمِعَ عَلَيْهَ صَوْمُ السَّنَةِ وَرُبَّمَا أَخَّرَهُ حَتَّى يَصُوْمُ شَعْبَانُ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam biasa berpuasa tiga hari dalam sebulan. Dan kadang beliau mengakhirkan hal tersebut hingga terkumpul puasa setahun, dan kadang beliau akhirkan hingga beliau berpuasa Sya’ban.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 2/no. 2098. Dan dalam sanadnya ada ‘Abdurrahman Ibnu Abi Lailah dan beliau dha’îful hadîts (lemah haditsnya). Demikian keterangan Al-Haitsamy dalam Majma’ Az-Zawâ’id 3/441 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bâry 4/214.

Hadits Ketiga

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِىْ

“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulannya umatku.”

Derajat Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/374 dari jalan Nûh bin Abi Maryam dari Zaid Al-‘Ammy dari Yazid Ar-Raqâsyi dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu. Berkata Al-Baihaqy setelah meriwayatkannya, “Sanad ini sangatlah mungkar.” Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyîn Al-Ujab telah menegaskan bahwa hadits ini adalah hadits palsu dari kedustaan Nuh bin Abi Maryam.

Dan Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dha’îfah no. 4400 menyebutkan bahwa Al-Ashbahâny dalam At-Targhîb membawakan riwayat lain dengan sanad yang mursal dari AL-Hasan Al-Bashry. Dan demikian pula disebutkan oleh Asy-Syaukâny dalam Nailul Authâr 4/331, 621 dikeluarkan oleh Abul Fath Ibnu Abil Fawâris.

Hadits Keempat

فَضْلُ رَجَبَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الأَذْكَارِ، وَفَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ مُحَمَّدٍ عَلَى سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ، وَفَضْلُ رَمَضَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ

“Keutamaan Rajab terhadap bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaan Al-Qur’ân terhadap dzikir-dzikir selainnya, dan keutamaan Sya’ban terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Muhammad terhadap nabi-nabi selainnya, dan keutamaan Ramadhan terhadap bulan-bulan selainnya adalah seperti keutamaan Allah terhadap segenap hamba-Nya.”

Derajat Hadits

Hadits di atas adalah hadits palsu. Demikian keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tabyîn Al-Ujab sebagaimana dalam Kasyful Khafa’ karya Al-Ajlûny 2/85 dan Al-Mashnû’ fi Ma’rifah Al-Hadits Al-Maudhû’ karya ‘Ali Qâri’ hal. 128.

Hadits Kelima

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ، قِيْلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فِيْ رَمَضَانَ

“Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam ditanya, ‘Puasa apakah afdhol* setelah Ramadhan?’ Beliau menjawab, ‘Sya’ban, untuk mengagungkan Ramadhan.’ Kemudian ditanyakan lagi, ‘Shodaqah apakah yang afdhol?’ Beliau menjawab, ‘Shodaqah pada bulan Ramadhan.’”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy no. 663 dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Dan dalam sanadnya ada Shodaqah bin Musa dan beliau dho’îful hadîts. Hadits ini dilemahkan oleh At-Tirmidzy, As-Suyuthy dan Al-Albany.9 Demikian pula dilemahkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar10 dan beliau menganggap bahwa hadits di atas menyelisihi hadits Abu Hurairah riwayat Muslim no. 1163 dengan lafazh,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ صَّلاَةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah Al-Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat lail.”

Bulan Al-Muharram yang diinginkan dalam hadits mungkin bulan Muharram yang merupakan awal bulan dalam penanggalan Islam dan mungkin juga seluruh bulan harom dalam Islam yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.11

Hadits Keenam

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لاَ يَصُوْمُ وَكَانَ أَكْثَرَ فِيْ شَعْبَانَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ مَالِيْ أَرَى أَكْثَرَ صِيَامِكَ فِيْ شَعْبَانَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّهُ شَهْرٌ يُنْسَخُ لِمَلَكِ الْمَوْتِ مِنْ يَقْبَضُ فَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُنْسَخَ اسْمِيْ إِلاَّ وَأَنَا صَائِمٌ

“Adalah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak (akan/pernah) berbuka, dan beliau berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak (akan/pernah) berpuasa, dan kebanyakan puasa beliau pada bulan Sya’ban. Maka saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kenapa saya melihat kebanyakan puasamu (adalah) pada bulan Sya’ban?’ Beliau berkata, ‘Wahai ‘Aisyah, ia adalah bulan yang dituliskan untuk malaikat maut siapa yang akan dicabut nyawanya, maka saya senang namaku ditulis sedang saya dalam keadaan berpuasa.’”

Derajat Hadits

Hadits di atas disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Ilal 1/250-251 dari hadits ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ. Beliau menanyakan kedudukan hadits ini kepada ayahnya, Abu Hatim -salah seorang pakar Ilalul hadits di masanya-. Maka Abu Hatim berkomentar bahwa hadits tersebut adalah hadits yang mungkar.

Hadits Ketujuh

خَمْسُ لَيَالٍ لاَ تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ: أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَب، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَلَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةُ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةُ النَّحْرِ

“Ada lima malam yang tidak tertolak padanya doa: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu Sya’ban, malam Jum’at, mala ‘Iedul Fitri dan malam ‘Iedul Adha.”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asâkir dan Ad-Dailamy dari hadits Abu Umâmah Al-Bâhily radhiyallâhu ‘anhu. Demikian keterangan Syaikh Al-Albâny dalam Adh-Dha’îfah no. 1452 dan beliau memvonis hadits di atas sebagai hadits maudhû’ (palsu).

Hadits Kedelapan

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مَسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهَ أَلاَ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Bila datang malam nishfu Sya’ban maka lakukanlah Qiyam Lail dan puasa pada siang harinya, karena ketika matahari terbenam Allah turun pada malam itu ke langit dunia dan berkata, ‘Adakah yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya, adakah yang memohon rezki, niscaya Aku akan memberikannya, adakah yang tertimpa penyakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, adakah…, adakah… hingga terbit fajar.’”

Derajat Hadits

Dikeluarkan oleh Ibnu Mâjah no. 1388, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Imân 3/378, Al-Mizzy dalam Tahdzîbul Kamâl. Seluruh ulama sepakat akan lemahnya hadits di atas. Namun Syaikh Al-Albâny dalam Adh-Dha’îfah no. 2132 berpendapat bahwa sanad hadits di atas adalah palsu, karena Ibnu Abi Sarbah -salah seorang perawinya- telah dicap oleh Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in sebagai pemalsu hadits.

Hadits Kesembilan

مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَي الْعِيْدَيْنِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ الْقُلُوْبُ

“Siapa yang menghidupkan malam dua ‘Ied dan malam nishfu Sya’ban, niscaya hatinya tidak akan mati pada hari semua hati menjadi mati.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh Ibnu Jauzy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanâhiyah 2/71-72 dari shahabat Kurdûs radhiyallâhu ‘anhu. Demikian pula disebutkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar dalam Al-Ishôbah 5/585 dan Ibnu Atsîr dalam Usudul Ghâbah 1/931. Al-Hâfizh menyatakan bahwa Marwân bin Salîm -salah seorang perawinya- adalah seorang rawi yang matrûk (ditinggalkan haditsnya) dan muttaham bil kadzib (dituduh berdusta). Dalam Lisânul Mizân pada biografi ‘Isa bin Ibrahim bin Thahmân -salah seorang perawi hadits di atas- Ibnu Hajar menghukumi hadits di atas sebagai hadits yang mungkar lagi mursal.

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِيْئَ رَمَضَانُ

“Apabila masuk pertengahan dari bulan Sya’ban maka tidak ada lagi puasa hingga datangnya bulan Ramadhan.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh ‘Abdurrazzâq 4/161, Ibnu Abi Syaibah 2/284, Ahmad 2/442, Ad-Dârimy 2/29, Abu Dâud no. 2337, Ibnu Mâjah no. 1651, Ibnu Hibbân no. 3589, 3591, Ad-Dâruquthny 2/191, Ath-Thâhawy dalam Syarah Ma’âny Al-Atsâr 2/82, Ibnu Ady dalam Al-Kâmil 5/280, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 7/no. 6863 dan dalam Musnad Asy-Syamiyyîn no. 1827, Al-Baihaqy 4/209 dan Al-Khathib 8/48.

Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan hadits di atas. Kesimpulan dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Rajab12, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah13, Ibnu Hajar14, dan Al-‘Ainy15 bahwa hadits dishohihkan oleh At-Tirmidzy, Ath-Thâhawy, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Asakir dan Ibnu Hazm. Di versi lain, hadits di atas telah dilemahkan oleh sejumlah ulama yang lebih besar dan lebih berilmu dari mereka dimana mereka berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang mungkar. Demikian komentar Imam Ahmad, ‘Abdurrahman bin Mahdi, Abu Zur’ah Ar-Razy dan Al-Atsram serta diikuti oleh Abu Ya’la Al-Khalily16 dan Az-Zarkasyi17 dan lainlainnya. Imam Ahmad berkata bahwa hadits di atas adalah hadits yang paling mungkar yang diriwayatkan oleh Al-‘Alâ’ bin ‘Abdurrahman.

Dan insya’ Allah pendapat para ulama yang melemahkannya ini yang paling tepat, karena mereka mereka itulah yang merupakan rujukan dan acuan dalam masalah kedudukan dan derajat sebuah hadits.

Hadits Kesebelas

يَا عَلِيُّ مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ مِئَةَ رَكْعَةٍ بِأَلْفِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ قَضَى اللهُ لَتهُ كَلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ

“Wahai ‘Ali, siapa yang shalat malam nishfu Sya’ban seratus raka’at dengan (membaca) ‘Qul Huwallâhu Ahad’ seribu (kali) maka Allah akan menunaikan seluruh hajat yang dia minta pada malam itu.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78 dan Asy-Syaukâny dalam Al-Fawâ’id Al-Majmû’ah hal. 50-51 sebagai hadits yang maudhû’ (palsu). Dan baca pula lafazh yang mirip dengannya dalam Lisânul Mizân karya Al-Hâfizh Ibnu Hajar pada biografi Muhammad bin Sa’îd Ath-Thabary.

Berkata Syaikh Ibnu Baz rahimahullâh, “Adapun (hadits-hadits) yang menjelaskan tentang shalat pada malam (nishfu Sya’ban) seluruhnya adalah maudhû’ (palsu) sebagaimana yang diingatkan oleh banyak ulama.”18

Dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban ada tiga tingkatan:

Satu: Orang yang melakukan kebiasaan shalatnya sebagaimana hari-hari lainnya, tanpa meyakini adanya keutamaan khusus bagi orang yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban. Yang seperti ini tidak mengapa, karena tidak ada padanya bentuk bid’ah dalam agama.

Dua: Ia melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban tidak pada selainnya. Ini adalah bid’ah dalam agama, karena Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam dan para shahabatnya tidak pernah melakukannya dan tidak mencontohkannya.

Tiga: Ia melakukan shalat dengan jumlah raka’at tertentu pada setiap tahun. Ini lebih besar bid’ahnya dan lebih jauh dari Sunnah ketimbang yang kedua. Karena hadits-hadits tentang hal tersebut semuanya maudhû’ (palsu).19

Hadits Kedua Belas

مَنْ قَرَأَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ بَعَثَ اللهُ إِلَيْهِ مِئَةَ أَلْفِ مَلَكٍ يُبَشِّرُوْنَهُ

“Siapa yang membaca pada malam nishfu Sya’ban ‘Qul Huwallâhu Ahad’ seribu kali, niscaya Allah akan mengutus untuknya seratus ribu malaikat memberi kabar gembira kepadanya.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajar dalam Lisânul Mizân pada biografi Muhammad bin ‘Abd bin ‘Amir As-Samaqandy sebagai salah satu bentuk/(contoh) hadits palsunya. Dan disebutkan pula oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78.

Hadits Ketiga Belas

مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشَرَ رَكْعَةً يِقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ شُفِّعَ فِيْ عَشَرَةٍ قَدِ اسْتَوْجُبُوْا النَّارَ

“Siapa yang shalat pada malam nishfu Sya’ban 12 raka’at, pada setiap raka’at ia membaca ‘Qul Huwallâhu Ahad’ tiga puluh kali, niscaya Allah akan mengizinkannya untuk memberi syafa’at kepada sepuluh orang yang telah wajib masuk neraka.”

Derajat Hadits

Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Manâr Al-Munîf hal. 78 sebagai hadits yang maudhû’ (palsu).

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Yang mengherankan, ada sebagian orang yang telah menghirup harumnya ilmu Sunnah tertipu dengan igauan ini dan melakukan shalat itu. Padahal shalat tersebut hanya diada-adakan setelah empat ratus tahun (munculnya/lahirnya) Islam dan munculnya di Baitul Maqdis, kemudian dipalsukanlah sejumlah hadits tentangnya.”

Hadits Keempat Belas

مَنْ أَحْيَا اللَّيَالِيَ الْخَمْسَ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ: لَيْلَةُ التَّرْوِيَةِ، وَلَيْلَةُ عَرَفَةَ، وَلَيْلَةُ النَّحْرِ، وَلَيْلَةُ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ

“Siapa yang menghidupkan malam-malam yang lima (ini), maka wajib baginya surga: malam Tarwiyah*, malam ‘Arafah, malam ‘Iedul Adha, malam ‘Iedul Fitri dan malam nishfu Sya’ban.”

Derajat Hadits

Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Ashbahâny dari Mu’âdz bin Jabal, dan dianggap sebagai hadits palsu oleh Syaikh Al-Albâny dalam Dha’îf At-Targhîb no. 667.

Bid’ah-bid’ah Seputar Sya’ban

Sebagai tambahan faedah terhadap penyebutan hadits-hadits di atas, maka berikut ini beberapa keterangan para ulama berkaitan dengan sejumlah bid’ah yang berkembang di tengah kaum muslimin pada bulan Sya’ban20:

1. Merayakan malam nishfu Sya’ban.

2. Mengkhususkan shalat seratus raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan membaca surah Al-Ikhlash sebanyak seribu kali. Shalat ini dinamakan shalat Alfiyah.

3. Mengkhususkan shalat pada malam nishfu Sya’ban dan berpuasa pada siang harinya.

4. Mengkhususkan doa pada malam nishfu Sya’ban.

5. Shalat enam raka’at dengan maksud menolak bala, dipanjangkan umur dan berkecukupan.

6. Seluruh doa yang dibaca ketika memasuki bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Karena semua bersumber dari hadits yang lemah.

7. Menghidupkan api dan lilin pada malam nishfu Sya’ban.

8. Berziarah ke kuburan pada malam nishfu Sya’ban dan menghidupkan api di sekitarnya. Dan kadang para perempuan juga ikut keluar.

9. Mengkhususkan membaca surah Yasin pada malam nishfu Sya’ban.

10. Mengkhususkan berziarah kubur pada bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan dan pada hari ‘Ied.

11. Mengkhususkan bershodaqah bagi ruh yang telah meninggal pada tiga bulan tersebut.

12. Meyakini bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam Lailatul Qadri.

13. Membuat makanan pada hari nishfu Sya’ban kemudian membagikannya kepada fakir miskin dengan anggapan makanan untuk kedua orang tua yang meninggal

Footnote:

1 Baca pembahasan Bid’ah dan Bahayanya dalam majalah An-Nashihah vol. 06 pada Rubrik Manhaj.

2 Keterangan Ibnul Mubarak disebutkan oleh Imam At-Tirmidzy setelah membawakan hadits di atas. Dan baca juga Fathul Bâry 4/214.

3 Majmu’ Fatâwâ beliau 15/416.

4 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 138 karya Ibnu Rajab.

5 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 138 karya Ibnu Rajab.

6 Baca Silsilah Ahâdîts As-Shohîhah, no. 1144 dan risalah “Husnul Bayân fimâ Warada fi Lailah An-Nishf min Sya’bân” karya Masyhûr Hasan Salmân.

7 Kebanyakan para ulama menganggap bahwa tidak ada satu hadits pun yang shohîh berkaitan dengan keutamaan Nishfu Sya’ban. Di antara mereka yang menganggap seperti itu, Al-Hafizh Ibnu Dihyah, Abu Bakr Ibnul ‘Araby, Al-Qurthuby, Jamalauddin Al-Qasimy, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan lain-lainnya. Dan sebagian penulis di masa ini ada yang tidak menyetujui Syaikh Al-Albany dalam menshohihkan hadits di atas. Kami dalam permasalahan kali ini belum sempat untuk lebih meneliti masalah ini. Semoga Allah memudahkannya di waktu lain.

8 Akan datang penjelasan tentang bid’ah-bid’ah seputar Sya’ban.

* Afdhol dalam bahasa Arab bermakna “paling utama” atau “lebih utama”.

9 Baca Irwâ’ul Ghalîl 3/397.

10 Fathul Bâry 4/214.

11 Demikian keterangan Ibnu Taimiyah sebagaimana yang dinukil oleh muridnya, Ibnu Qayyim dalam I’lâmul Muwaqqi’în 4/293.

12 Lathô’if Al-Ma’ârif, hal. 151 karya Ibnu Rajab.

13 Al-Furûsiyah, hal 247.

14 Fathul Bâry 4/129.

15 ‘Umdah Al-Qâri’ 11/85.

16 Al-Irsyâd 1/218, karya Al-Khalîly dan beliau menyebutkan bahwa hadits di atas termasuk hadits-hadits yang Al-‘Alâ’ bersendirian dalam meriwayatkannya dan tidak ada pendukungnya.

17 An-Nukat ‘alâ Muqaddimah Ibnu Ash-Sholâh, karya Az-Zarkasyi 1/364-365.

18 Risalah yang ketiga tentang hukum merayakan nishfu Sya’ban dari buku beliau At-Tahdzîr min Al-Bida’, hal. 22.

19 Diringkas dari Fatâwâ beliau pada jilid 20.

* Malam Tarwiyah adalah malam menjelang hari Tarwiyah yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah setiap tahunnya.

20 Disarikan dari buku Mu’jam Al-Bida’, hal. 299-301 dan Al-Bida’ Al-Hauliyah, hal. 300-304.

(Dinukil dari Majalah An-Nashihah Vol. 11 Th. 1/ 1427H/2006M, kategori: Hadits, judul: Hadits-Hadits Seputar Bulan Sya’ban, hal. 46-52, untuk http://akhwat.web.id)