...Menjadi Serpihan Dengan Beribu Keutamaan...

03 Januari 2010

Tukang Sapu dan Tukang Sampah


Ada seorang akh bertanya kepada saya tentang "kiat sukses memikat hati". Saya katakan, "Kita percaya bahwa manusia itu sama. Ini tercermin ketika kaum muslimin berada dalam masjid. Yang miskin duduk ber-dampingan dengan yang kaya, yang lemah berdam-pingan dengan yang kuat, tukang sapu dan tukang sampah sama seperti kebanyakan manusia lain dalam masjid. Tetapi sayang, hal ini tidak diaplikasikan di luar masjid. Apakah ketika Anda lewat di jalanan dan berte-mu salah seorang tukang sapu, Anda mengucapkan salam padanya?". "Tidak," jawabnya. Saya katakan, "Itu kerana Anda tidak peduli kepada-nya. Sungguh, Rasul saw. telah melarang perbuatan demikian melalui sabdanya, 'Janganlah kalian menganggap remeh suatu kebaikan walau itu hanya sekedar bermuka ceria ketika bertemu saudaramu.' Bila Anda melakukan hal itu, lalu Anda ucapkan salam padanya, baik kenal maupun tidak, berarti Anda telah menghargai dinnya dan memberinya rasa optimis dalam menatap kehidupan, kerana sebelumnya ia merasa dari golongan terasing dalam masyarakat. Ia merasa tidak seorang pun yang mau memalingkan wajah ke arahnya, tidak seorang pun yang menghargainya atau sekedar mengajaknya berbi-cara dengan baik.



Bila Anda ucapkan salam kepadanya di suatu hari, maka ia akan menantimu lewat di jalan itu, hanya untuk mendapatkan salam darimu. Ketahuilah, telah banyak orang yang mengabaikan sesuatu yang selama im la cari-cari dan dambakan." Pada hakikatnya tukang sapu dan tukang sampah yang bekerja sebagai petugas mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dan dari jalanan ke jalanan, berhak mendapat penghargaan. Kerana kita merasa terbantu dengan pekerjaan yang sulit dan kotor ini.



Oleh kerana itu, negara berkewajiban memberikan gaji yang berlipat atau memberinya tunjangan biaya kesehatan. Kerana pada hakikatnya ia lebih mudah terserang banyak penyakit, yang disebabkan oleh seringnya berhubungan dengan kotoran-kotoran itu. Jika kita memahami tujuan dakwah, yaitu dakwah pembenahan, guna mewujudkan masyarakat islami, maka tidak akan terlewat dari pikiran kita untuk memahami kenyataan ini, yang dapat menyatukan hati dan menjernihkan akhlak. Pada suatu hari saya berada di Masjid Kurmuz, Iskandaria, membicarakantentang hal ini bersama bebe-rapa ikhwah. Ketika saya selesai berbicara, tiba-tiba saya dihampiri seorang pemuda, seraya mengatakan, "Saya sangat terkesan dengan pembahasan ini." Setelah saya tanya, ternyata ia bekerja sebagai tukang kebersihan dan tukang sapu. Lalu saya katakan, "Bukankah kannas (tukang sapu) itu kan-nas (sama seperti manusia lain)?'" Sungguh, ini kata-kata spontan belaka, yang kebetulan saja berlaku.