...Menjadi Serpihan Dengan Beribu Keutamaan...

24 Juni 2009

Keistimewaan Bulan Rajab


Bismillaahirahmanir rohiim.

Wahai Saudara-saudaraku yang budiman,

Pada hari Rabu tanggal 24 Juni 2009 kita memasuki bulan Rajab.
Bulan Rajab adalah bulannya Allah. Mari kita simak ada apa di balik
bulan Rajab itu.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Ketahuilah bahwa
bulan Rajab itu adalah bulan ALLAH, maka:
* Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas,
maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT
* Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab 1427/Isra Mi’raj ( 20 Juli 2009 ) akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;
* Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan
di sisi ALLAH SWT;
* Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3
Rajab ( 24 ;25 ; 26 Juni 2009 ) maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900
tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;
* Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya
akan dikabulkan;
* Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh
pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan
dibukakan delapan pintu syurga;
* Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya
dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa) maka ALLAH
akan menambahkan pahalanya.”

Sabda Rasulullah SAW lagi :
“Pada malam Mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari
madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya
bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”
Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang
membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini”.

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita :
“Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu
Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau
berdoa kepada ALLAH SWT. Lalu saya bertanya kepada beliau:”Ya Rasulullah
mengapakah engkau menangis?” Lalu beliau bersabda :”Wahai Tsauban, mereka itu
sedang disiksa dalam kubur nya, dan saya berdoa
kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka”.

Sabda beliau lagi: “Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau
berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka
tidak akan disiksa di dalam kubur.”

Tsauban bertanya: “Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari dan
beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa
kubur?” Sabda beliau: “Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya
sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu
hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan
Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti
berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun.”

Sabda beliau lagi: “Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya’ban Adalah
bulan aku dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku”. “Semua manusia akan berada
dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi,keluarga nabi dan
orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab,
Sya’ban dan bulan Ramadhan.

Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus
bagi mereka.”

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT :217-218


يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ. قُلْ قتِاَلٌ فِيْهِ كَبِير ُُوَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أُكْبَرُ عِندُ اللهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرُُ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {217} إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللهِ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {218}

"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, 'Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya'." (Al-Baqarah: 217) "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah: 218).


Sebab Turunnya Ayat

Tatkala Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum mukminin untuk berperang, maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus satu ‘sariah’ (rombongan pasukan muslim) dengan ditunjuk panglima sariah tersebut ‘Abdullah bin Jahsy’ untuk mencari informasi tentang kondisi orang-orang kafir. Maka dengan kehendak Allah bertemulah Abdullah bin Jahsy dan pasukannya dengan rombongan orang-orang kafir Quraisy dan ia pun memerangi mereka maka terbunuhlah salah seorang dari rombongan kafir Quraisy tersebut yang bernama ‘Amr bin al-Hadrami dan menawan dua orang dari mereka serta mengambil harta-harta bawaan mereka sebagai ghonimah dan akhirnya mereka pun pulang. Hal itu terjadi pada penghujung hari pada bulan Jumada ats-Tsaniyah yaitu diawal malam bulan Rajab. Maka orang-orang Quraisy pun menyebarkan kebencian mereka dengan mengatakan “Muhammad menghalalkan (membolehkan perang) di bulan haram. Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafiq Madinah pun ikut serta dalam penyebarannya, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam tawaqquf beberapa waktu tidak memutuskan apa-apa terhadap tawanan dan barang-barang yang dibawa pasukan tadi. Abdullah bin Jahsy dan teman-temannya pun dalam kondisi yang tidak nyaman karena apa yang terjadi terhadap mereka. Waktu pun terus berjalan demikian hingga turunlah dua ayat tersebut diatas.

Sedangka ayat yang kedua (ayat : 218) turun berkenaan Abdullah bin Jahsy dan sahabat-sahabatnya dalam rangka memberikan kabar gembira kepada mereka dan menenangkan hati mereka bahwa mereka tidak bersalah dalam hal tersebut, yaitu penyerangan yang mereka lakukan diawal-awal bulan haram tersebut. Karena mereka hanyalah mengharapkan rhmat Allah yaitu surga dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa mereka hal itu dikarenakan oleh keimanan, hijrah danjihad mereka dijalan Allah Ta’ala.

Tafsir Ayat : 217

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa haramnya peperangan pada bulan-bulan haram itu telah dimansukh oleh perintah memerangi kaum musyrikin di mana pun mereka ditemukan. Sedangkan sebagian ahli tafsir berkata, bahwa hukum tersebut tidaklah dimansukh, karena teks yang muthlaq (bebas) harus dipahami dengan teks yang muqayyad (diberi batasan), sedangkan ayat ini adalah teks yang memberi batasan keumuman ayat-ayat tentang perintah berperang secara umum, dan juga karena di antara keistimewaan bulan-bulan haram itu, bahkan keistimewaannya yang paling besar adalah haramnya peperangan padanya. Ini adalah dalam konteks memulai perang (ofensif), adapun bila dalam konteks membela diri (defensif), maka boleh dilakukan pada bulan-bulan tersebut, sebagaimana juga dibolehkan pada tanah haram.

Dan tatkala ayat ini turun disebabkan apa yang terjadi pada pasukan kecil Abdullah bin Jahsyi dan pembunuhan mereka terhadap Amr bin al-Hadhrami serta pengambilan harta mereka -di mana kejadian tersebut menurut suatu pendapat adalah pada bulan Rajab- kaum musyrikin mencela kaum muslimin karena melakukan peperangan dalam bulan-bulan haram, dan kaum musyrikin tersebut telah berlaku zhalim dalam mencela kaum muslimin, karena mereka sendiri memiliki perbuatan-perbuatan yang jelek yang sebagiannya lebih keji daripada yang telah mereka tuduhkan terhadap kaum muslimin. (ket: Lihat sirah Ibnu Hisyam 2/213, tafsir ath-Thabrani, 4/302 tahqiq Ahmad Syakir, dan Dalail an-Nubuwah, oleh al-Baihaqi 3/17 dan dishahihkan al-Hafizh di dalam Fath al-Bari 1/155 )

Allah Ta’ala berfirman tentang penjelasan yang ada pada mereka, وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللهِ "menghalangi (manusia) dari jalan Allah", artinya, kaum musyrikin menghalangi orang yang hendak masuk Islam dan beriman kepada Allah dan RasulNya, menyiksa orang yang telah beriman kepadaNya dan usaha mereka dalam mengembalikan orang-orang tersebut dari agama mereka dan kekufuran mereka yang terjadi pada bulan-bulan haram dan pada tanah haram, yang dengan itu saja sudah cukup menjadi suatu keburukan, dan bagaimana jika itu terjadi pada bulan haram dan di negeri haram?

وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ "Dan mengusir penduduknya", maksudnya, penduduk Masjidil Haram, yaitu Nabi shallallahu ‘alaiohi wasallam dan para sahabatnya, karena mereka lebih berhak terhadap Masjidil Haram daripada kaum musyrikin, dan mereka itulah yang sebenarnya memakmurkannya. Tetapi mereka mengusir kaum muslimin, مِنْهُ "dari sekitarnya"; dan mereka tidak memberikan kesempatan agar Nabi shallallahu ‘alaiohi wasallam dan para sahabatnya itu sampai kepadanya, padahal tanah haram itu sama saja bagi orang yang menetap maupun yang tidak.

Semua perkara-perkara tadi, setiap darinya, أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ "lebih besar (dosanya) daripada membunuh" pada bulan haram, bagaimana tidak, padahal hal-hal tersebut telah terkumpul pada mereka. Sehingga diketahui bahwasanya mereka itu adalah orang-orang yang fasik lagi zhalim dalam celaan mereka terhadap kaum muslimin.

Kemudian Allah Ta’ala mengabarkan bahwasanya mereka akan terus memerangi kaum muslimin, tujuan mereka bukanlah harta dan membunuh mereka akan tetapi mengembalikan kaum muslimin dari agama mereka sebagai orang-orang yang kafir setelah keimanan mereka hingga mereka menjadi penghuni-penghuni neraka Sa'ir. Mereka mengerahkan segala kemampuan mereka dalam hal tersebut dan berusaha dengan segala kemungkinan yang mereka bisa lakukan, namun Allah tidaklah mau kecuali hanya menyem-purnakan cahayaNya walaupun kaum kafir membencinya.

Sifat ini adalah umum bagi setiap kaum kafir; mereka akan terus memerangi selain mereka (dari kaum mukminin) hingga mengembalikan mereka dari agama mereka, khususnya ahli Kitab dari Yahudi dan Nasrani yang mengerahkan yayasan-yayasan, menyebarkan missionaris, mengirim dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk menarik seluruh umat kepada agama mereka, memasukkan segala macam syubhat ke dalam agama mereka, demi mengaburkannya bagi pemeluk-pemeluknya, agar mereka ragu terhadap agamanya. Akan tetapi apa yang diharapkan adalah dari Allah Ta’ala yang telah mengaruniakan kepada kaum mukminin dengan Islam, yang telah memilihkan bagi mereka agama yang lurus, Yang telah menyempurnakan bagi mereka agamaNya dan menyempurnakan kenikmatanNya atas mereka dengan menegakkan agama sebaik-baiknya, yang menghinakan orang yang hendak memadamkan cahayaNya, yang telah menjadikan tipu daya mereka kembali kepada diri mereka sendiri, yang telah membela agamaNya, meninggikan kalimatNya, dan agar ayat ini benar-benar terbukti terhadap orang-orang yang ada dari kaum kafir sebagaimana telah terbukti terhadap orang-orang yang sebelum mereka,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَن سَبِيلِ اللهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ {36}


"Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan." (Al-Anfal: 36)

Kemudian Allah Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang keluar dari Islam yaitu dengan memilih kekufuran dan ia terus dalam kekafiran hingga ia meninggal sebagai seorang kafir, فَأُوْلئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ "maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat", karena tidak ada syaratnya yaitu Islam.  فَأُوْلئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  "dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".

Ayat ini menunjukkan (menurut pemahamannya secara terbalik) bahwa orang yang keluar dari Islam kemudian kembali masuk Islam, maka amalan-amalannya akan kembali lagi (yaitu yang sebelum ia murtad). Demikian pula bagi orang yang bertaubat dari kemaksiatan, maka akan kembali kepadanya segala perbuatan-perbuatannya yang terdahulu.

Tafsir Ayat : 218

Amalan-amalan yang tiga tersebut merupakan tanda-tanda kebahagiaan dan poros utama penghambaan. Dengannya pula dapat diketahui keuntungan atau kerugian yang diderita seorang manusia. Adapun tentang keimanan, maka tidaklah perlu anda bertanya lagi tentang keutamaannya, dan bagaimana menanyakan suatu hal yang merupakan pembeda antara orang-orang yang bahagia dari orang-orang yang sengsara? Demikian juga pembeda antara penghuni surga dari penghuni neraka. Dan iman itulah yang apabila ada pada seorang hamba, niscaya amalan kebaikannya diterima, dan bila tidak ada, niscaya tidak akan diterima darinya tindakan, keadilan, kewajiban dan sunnah.

Adapun hijrah adalah meninggalkan orang-orang yang dicintai dan disayangi hanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala. Maka seorang muhajir meninggalkan negeri, harta, keluarga dan teman sejawatnya sebagai suatu pendekatan diri kepada Allah dan pembelaan terhadap agamaNya, sedangkan jihad adalah mengerahkan upaya dalam memerangi musuh, dan usaha yang maksimal dalam membela agama Allah dan memberantas ajaran setan. Jihad itu adalah puncak dari segala amal shalih dan balasannya adalah balasan yang paling utama, dan sebab paling dominan untuk memperluas negeri Islam, menghinakan hamba-hamba berhala, menciptakan keamanan bagi kaum muslimin pada diri, harta dan anak-anak mereka. Barangsiapa yang menegakkan tiga perbuatan tersebut dengan segala kesulitan dan rintangannya, maka perbuatan-perbuatan selainnya akan lebih ditegakkan dan disempurnakan. Karena itu pantaslah bagi mereka untuk menjadi orang-orang yang mengharap rahmat Allah, karena mereka telah melakukan sebab yang mengharuskan adanya rahmat bagi mereka.

Di sini terdapat dalil bahwasanya harapan itu tidaklah dilakukan kecuali setelah melakukan sebab-sebab kebahagiaan. Sedangkan harapan yang diiringi dengan sifat malas dan tidak melakukan sebab-sebabnya adalah sebuah kelemahan, angan-angan kosong dan bualan, dan itu menunjukkan lemahnya cita-cita pelakunya, kurangnya akal, sama seperti orang yang menghendaki seorang anak tanpa menikah, dan mengharapkan hasil panen tanpa menanam biji dan tidak menyiramnya dan semacamnya.

Dalam firman Allah, أُوْلئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ "Mereka itu mengharapkan rahmat Allah", sebuah isyarat bahwa seorang hamba itu walaupun telah banyak melakukan amal, tidaklah baik baginya hanya bersandar pada amal-amal tersebut dan hanya berpatokan padanya, namun seharusnya ia juga mengharap rahmat Allah, diterimanya amal-amal tersebut, ampunan bagi dosa-dosanya, dan ditutupi aib dan kekurangannya. Karena itu Allah berfirman, وَاللهُ غَفُورٌ  "dan Allah Maha Pengampun", artinya, bagi yang bertaubat secara benar-benar, رَّحِيمٌ "lagi Maha Penyayang".

RahmatNya menyebar kepada segala sesuatu, kedermawanan dan kebajikanNya menyeluruh kepada setiap makhluk hidup. Di sini terdapat dalil bahwa orang yang mengerjakan amalan-amalan tersebut akan memperoleh ampunan Allah. Karena kebaikan itu akan menghapus dosa-dosa dan ia mendapatkan rahmat dari Allah. Apabila ia telah mendapatkan ampunan niscaya ia akan terhindar dari hukuman dunia dan akhirat yang merupakan akibat dari dosa-dosa yang telah diampuni, dan bekas-bekasnya tidak lenyap. Apa-bila ia memperoleh rahmat, maka ia telah memperoleh segala kebaik-an di dunia maupun di akhirat, bahkan amalan-amalan mereka tersebut juga merupakan rahmat Allah terhadap mereka. Karena kalau bukan karena taufik Allah bagi mereka dalam hal itu niscaya mereka tidak akan menginginkannya, dan sekiranya bukan karena kemampuan yang diberikan Allah untuk mereka dalam melakukannya, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya, dan kalau bukan karena kebajikanNya, niscaya Dia tidak menyempurnakan-nya dan tidak menerimanya dari mereka.

Karena itu bagiNya-lah segala keutamaan yang Pertama dan yang Terakhir, dan Dia-lah yang mengaruniakan sebab dan akibat.

Pelajaran dari Ayat : 217-218

  • 1. Bahwasanya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tempat bertanya (marja’) bagi para sahabat-sahabat beliau tentang ilmu, sesuai firmanNya “Mereka (para sahabat) bertanya kepadamu...”
  • 2. Perhatian para sahabat radhiallahu ‘anhum untuk mencari solusi terhadap perselisihan yang terjadi dan menyesali terhadap perkara yang mereka perselisihkan tersebut.
  • 3. Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui semua hukum (dari masalah yang terjadi) bahkan tidak mengetahuinya kecuali apa-apa yang Allah Ta’ala ajarkan kepadanya, sehingga Allah memberikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
  • 4. Mulianya bulan-bulan haram (Muharram, Rajab, Dzul Qa’idah dan Dzul Hijjah) dan tanah haram (Makkah)
  • 5. Perang pada bulan-bulan haram adalah termasuk dosa besar. Para ulama berbeda pendapat apakah hukum ini dimansukh (dihapus) atau tidak, dalam hal ini mereka terbagi dalam dua pendapat,
    • Pendapat pertama; mengatakan dimansukh (dihapus)nya hukum larangan perang pada bulan-bulan haram tersebut.
    • Dan pendapat kedua; mengatakan bahwa hukum larangan perang pada bulan-bulan haram tersebut tetap berlaku, dan pendapat inilah yang kuat, sebagaimana hal itu di katakan oleh sebagian para ulama. Sedangkan mereka mengatakan bahwa peperangan-peperangan yang dilakukan oleh rasulullah pada bulan-bulan haram adalah dalam rangka pembelaan bukan memulai perang. Karena yang termasuk dalam larangan adalah memulai perang bukan untuk membela diri. Allahu a’lam (lihat: Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

  • 6. Tersingkapnya sifat dasar orang-orang kafir yaitu keinginan mereka yang sangat kuat untuk memerangi kaum muslimin agar mereka murtad dan keluar dari Islam.
  • 7. Murtad menyebabkan seluruh amalannya terhapus, apabila seseorang murtad kemudian bertaubat (kembali masuk Islam) maka ia memulai amalnya lagi dari awal. Dan apabila meninggal sebelum bertaubat maka ia termasuk penghuni neraka dan akan kekal didalamnya selama-lamanya.
  • 8. Penjelasan tentang keutamaan iman, hijrah dan jihad fisabilillah.
  • 9. Tidak seyogyanya bagi seorang hamba memastikan (mangatakan pasti) bahwa amalanya pasti diterima, akan tetapi hendaknya ia merasa penuh harap akan diterimanya amal-amal baiknya dan berhusnudzon kepada Allah akan hal tersebut.
  • 10. Penetapan akan nama ‘al-Ghafuur dan al-Rahiim’ (Maha Pengampun dan Maha Penyayang) bagi Allah Ta’ala.

Dan masih banyak lagi pelajaran lainnya yang dapat diambil dari dua ayat tersebut, silahkan ruju’ kembali pada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar.

Sumber:
1. Tafsir As-Sa'di
2. Tafsir al-Qur'an al-Karim, Syaikh Ibnu Utsaimin
3. Aisar at-Tafasir

Tazkiyatun Nafs

Tazkiyatun Nafs merupakan hal yang penting yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, sudah sepatutnya kita teladani dan kita amalkan. Kajian ini akan menjelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Tazkiyatun Nafs itu. Kajian akan meliputi definisi dari Tazkiyatun Nafs dan urgensinya.
DEFINISI
Secara bahasa, Tazkiyyatun Nafsi berarti membersihkan / mensucikan, atau menumbuhkan / mengembangkan. Sedangkan secara istilah Tazkiyatun Nafs berarti mensucikan hati dari sifat-sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji. Sarana Tazkiyatun Nafs adalah melalui ibadah dan berbagai amal baik. Sedangkan hasilnya adalah akhlak yang baik kepada ALLAH dan pada manusia, serta terpeliharanya anggota badan, senantiasa dalam batas-batas syari’at ALLAH SWT.
URGENSINYA
1. Tazkiyyatun Nafsi termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul as. Hal ini sebagaimana yang ALLAH ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 129).
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan, antara lain pada surat Al-Baqarah [2] ayat 151, surat Ali Imran [3] ayat 164, surat Al-Jumu’a [62] ayat 2, dan surat An-Nazi’at [79] ayat 17 hingga 19.
Tazkiyyatun Nafsi yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
• Tadzkiir : Terhadap ayat-ayat ALLAH di setiap ufuk dan dalam diri manusia, terhadap perbuatan ALLAH atas ciptaan-NYA dan terhadap hukuman dan siksaan-NYA.
• Ta’liim : Mempelajari Kitab dan Sunnah.
• Tazkiyyah : Membersihkan hati dan memperbaiki tingkah-laku.
2. Tazkiyyatun Nafsi merupakan tujuan orang beriman.
Allah SWT berfirman:
“… di dalamnya ada orang-orang yang cinta untuk senantiasa membersihkan dirinya …” (QS. At-Taubah [9]: 108).
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman:
“… dan sungguh akan kami selamatkan orang yang paling bertaqwa dari neraka, yaitu orang yang memberikan hartanya karena ingin mensucikan dirinya.” (QS. Al-Lail [92]: 17-18).
3. Tazkiyyatun Nafsi merupakan parameter kebahagiaan atau kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
“…sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syam [91]: 9-10).
4. Tazkiyyatun Nafsi untuk mengenal penyakit zaman dan cara mengobatinya.
Salah satu penyakit zaman saat ini adalah hilangnya khusyu’, cinta dunia dan takut mati (wahn). Solusinya adalah melalui tarbiyyah Islamiyyah. Dimana dalam tarbiyah tersebut diberikan tadzkiir, ta’liim dan tazkiyyah.Wallahua'lam